Alkisah di daerah Jawa Timur, Indonesia, tersebutlah seorang
raja bernama Kertamarta yang bertahta di Kerajaan Daha. Ia mempunyai dua orang
putri yang cantik jelita, yang sulung bernama Dewi Galuh, sedangkan yang bungsu
bernama Candra Kirana. Berita tentang kecantikankedua kakak-beradik tersebut
tersebar hingga ke berbagai negeri. Suatu hari, datanglah seorang putra mahkota
yang gagah dan tanpan bernama Raden Inu Kertapati dari Kerajaan Kahuripan untuk
meminang salah seorang dari mereka. Kedatangan pangeran tampan itu disambut
baik oleh Raja Kertamarta bermasa permaisuri dan kedua putrinya. Saat melihat ketampanan
Raden Inu Kertapati, Putri Dewi Galuh langsung jatuh hati. Ia berharap lamaran
putra mahkota Kerajaan Kahuripan itu ditujukan kepadanya. Namun, ternyata Raden
Kertapati lebih memilih Putri Candra Kirana. Raja dan permaisuri pun
menyetujuinya dan segera menunangkan mereka. Sejak itu, Putri Dewi Galuh
menaruh dendam dan iri hati kepada adiknya. Ia sakit hati, karena merasa dialah
yang pantas bertunangan dengan Raden Inu Kertapati. Karena itu, ia berniat
untuk mencelakai adiknya. Suatu hari, secara diam-diam ia pergi ke rumah
seorang nenek sihir bernama Mbok Mian untuk meminta bantuan.
“Mbok Mian! Maukah kamu membantuku?” pinta Putri Galuh.
“Apa yang bisa Mbok bantu, Tuan Putri?” tanya Mbok Mian.
“Kamu sihir Putri Candra Kirana menjadi seekor keong!
Setelah itu buanglah dia ke laut!” perintah Putri Galuh.
“Ampun, Tuan Putri! Ada apa gerangan dengan Tuan Putri
Candra Kirana? Bukankah dia adik kandung Tuan Putri sendiri?” tanya Mbok Mian
bingung.
“Dia itu adik yang tidak tahu diri. Ia telah merebut Raden
Inu Kertapati dariku. Sudahlah Mbok, tidak usah banyak tanya! Laksanakan saja perintahku!”
seru Putri Galuh.
“Tapi, bagaimana caranya, Tuan Putri? Bukankah Putri Candra
Kirana jarang keluar istana? Jika aku menyihirnya di istana, pasti akan ketahuan
Baginda Raja.” nenek sihir itu kembali bertanya.
“Benar juga katamu, Mbok! Ayahanda pasti curiga jika
mengetahui hal ini.” jawab Putri Galuh sambil manggut-manggut.
Akhirnya, Putri Dewi Galuh pun memfitnah adiknya sehingga
diusir dari istana. Ketika Putri Candra Kirana berjalan menyusuri pantai,
tiba-tiba ia dikejutkan dengan suara tawa nenek-nenek yang sangat menyeramkan.
“Iiii...hi... hi... hi...!!!” demikian suara tawa itu.
Setelah Putri Candra Kirana menoleh ke sekelilingnya mencari
sumber suara tawa itu, namun tak seorang pun yang dilihatnya.
“Aneh! Kenapa ada suara tawa, tapi tidak ada orangnya?”
pikirnya dengan heran.
Ketika Putri Candra Kirana hendak meninggalkan tempat itu,
tiba-tiba seorang nenek muncul dan berdiri di depannya. Ia tidak mengetahui
jika nenek itu adalah Mbok Mian, suruhan kakaknya.
“Hai, Nek! Kamu siapa dan kenapa menghalangi jalanku?” tanya
Putri Candra Kirana.
“Aku Mbok Mian si Nenek penyihir! Aku diperintahkan oleh
Putri Galuh untuk menyihirmu menjadi keong emas, karena kamu telah menyakiti hatinya.
Kamu telah merebut Raden Inu Kertapati darinya,” jelas Mbok Mian.
“Ampun, Nek! Jangan sihir aku!” iba Putri Candra Kirana.
Tanpa ampun lagi, Mbok Mian menyihir Putri Candra Kirana
menjadi seekor keong emas. Sebelum membuangnya ke laut, nenek sihir itu berkata
kepada Putri Candra Kirana,
“Hai, Putri! Sihir itu akan hilang jika kamu bertemu dengan
tunanganmu.”
Sejak itu, Putri Candra Kirana hidup di laut sebagai seekor
keong bersama keong lainnya. Suatu hari, ketika sedang mencari makan di antara batu
karang di tepi laut, ia tersangkut pada jaring seorang nenek
bernama Mbok Rini yang sedang menjaring ikan.
“Waaah, indah sekali warna keong ini! Baru kali ini aku
melihat keong berwarna kuning keemasan, “ gumam Mbok Rini takjub.
Mbok Rini pun tertarik untuk memelihara keong emas itu. Ia membawanya
pulang dan menyimpan di dalam tempayan. Keesokan harinya, Mbok Rini kembali ke laut mencari ikan. Hingga hari menjelang
siang, ia belum juga mendapatkan seekor ikan pun. Akhirnya, ia memutuskan
pulang ke pondoknya karena perutnya terasa sangat lapar. Betapa terkejutnya ia ketika
tiba di pondoknya. Ia mendapati berbagai jenis makanan lezat lengkap dengan
buah-buahannya telah tersedia di atas meja dapurnya.
“Hai, siapa yang menghindangkan makanan lezat ini?” gumam
Mbok Rini heran.
Karena lapar sekali, Mbok Rini pun segera menyantapnya
dengan lahap tanpa tersisa sedikit pun. Keesokan harinya, kejadian aneh itu
terjadi lagi. Begitu pula pada hari-hari berikutnya, ia mengalami peristiwa
yang sama. Kejadian aneh itu membuat Mbok Rini penasaran ingin mengetahui siapa
pelakunya.
Suatu hari, Mbok Rini sengaja kembali dari laut lebih cepat
dari pada biasanya. Dengan sangat hati-hati, ia mengintip ke dalam pondoknya melalui
sebuah lubang kecil. Alangkah terkejutnya ia ketika melihat
kebulan asap keluar dari tempayannya. Dalam sekedip mata,
tiba-tiba seorang putri yang cantik jelita keluar dari kebulan asap itu dan langsung
memasak. Melihat peristiwa ajaib itu, Mbok Rini semakin penasaran. Ia segera
masuk ke pondoknya dan menghampiri putri cantik itu.
“Hai, Putri Cantik! Siapa gerangan kamu dan dari mana asalmu?”
tanya Mbok Rini penasaran
“Maaf Nek, jika kehadiranku mengusik ketenangan Nenek!
Namaku Putri Candra Kirana, putri dari Kerajaan Daha yang disihir menjadi keong
emas oleh seorang nenek, suruhan saudaraku.” jawab Putri Candra Kirana.
“Ampun, Tuan Putri! Jika nenek boleh tahu, kenapa saudaramu
menyuruh nenek itu menyihirmu?” tanya Mbok Rini ingin tahu.
Putri Candra Kirana pun menceritakan semua kejadian yang
dialaminya hingga ia bisa berada di pondok Mbok Rini. Setelah itu, ia memberi
tahu nenek itu bahwa sihir itu akan hilang jika ia bertemu dengan tunangannya.
Untuk itu, ia meminta tolong kepada Mbok Rini agar mengantarnya pulang ke
istana. Mbok Rini pun setuju.
Usai makan siang, Mbok Rini memasukkan Putri Candra Kirana
yang telah berubah menjadi seekor keong emas ke dalam sebuah wadah kecil, lalu berangkatlah
ia menuju ke istana. Setibanya di istana, Mbok Rini menyerahkan keong emas itu
kepada Raja Kertamarta.
“Ampun beribu ampun, Baginda! Hamba datang kemari untuk
mengantarkan keong emas ini,” kata Mbok Rini sambil memberi hormat.
“Untuk apa keong emas ini? Dari mana kamu mendapatkannya?” tanya
Raja Kertamarta bingung.
“Ampun, Baginda! Keong emas ini adalah penjelmaan putri
Baginda, Candra Kirana” jawab Mbok Rini.
“Apa katamu, Nek? Keong emas ini putriku?” tanya sang Raja
tersentak kaget seolah-olah tidak percaya.
Akhirnya, Raja Kertamarta pun mengerti setelah Mbok Rini
menceritakan semua kejadian yang telah menimpa putrinya. Ia sangat menyesal,
karena telah mengusir putri bungsunya yang tidak bersalah itu. Ia pun segera memerintahkan
pengawalnya untuk memanggil Raden Inu Kertapati yang berada di Kerajaan
Kahuripan.
Sementara itu, Putri Dewi Galuh yang mengetahui hal itu
segera menemui nenek sihir, Mbok Mian, secara diam-diam.
“Hai, Mbok Mian! Sihirlah Inu Kertapati menjadi batu agar ia
tidak bertemu dengan Putri Candra Kirana!” seru Putri Dewi Galuh.
Mendengar perintah itu, Mbok Mian segera mengubah wujudnya
menjadi seekor burung gagak, lalu terbang menuju ke istana Kahuripan. Di tengah
perjalanan, ia melihat Raden Inu Kertapati sedang berjalan menuju keistana Daha
untuk memenuhi panggilan Raja Kertamarta dan bertemu dengan tunangannya. Ketika
ia hendak menyihir Raden Inu Kertapati menjadi batu, tanpa ia duga tiba-tiba
seorang kakek memukul kepalanya dengan tongkat hingga berubah menjadi asap.
Rupanya, kakek itu adalah orang sakti yang telah ditolong oleh Inu Kertapati di
perjalanan saat sebelum bertemu dengan burung gagak itu. Raden Inu Kertapati
mendapati kakek itu sedang kelaparan dan memberinya makan. Raden Inu Kertapati
pun melanjutkan perjalanannya. Setibanya di istanaDaha, ia segera menemui tunangannya. Begitu mereka bertemu, sihir yang
mengenai Putri Candra Kirana pun pun hilang dan kembali berwujud manusia.
Seluruh keluarga istana Daha dan Raden Inu Kertapati tertegun menyaksikan
peristiwa ajaib itu. Putri Candra Kirana pun menceritakan semua perbuatan Putri
Dewi Galuh kepada ayahandanya. Raja Kertamarta dan seluruh keluarga istana
meminta maaf kepada Putri Candra Kirana, kecuali Putri Dewi Galuh. Karena malu
dan takut mendapat hukuman dari ayahandanya, ia melarikan diri ke hutan. Di
tengah hutan, ia terperosok masuk ke dalam jurang dan tewas seketika.
Akhirnya, Candra Kirana dan Raden Inu Kertapati dinikahkan.
Pesta pernikahan mereka dilangsungkan selama tujuh hari tujuh malam dan dimeriahkan
oleh berbagai pertunjukan kesenian. Undangan yang hadir pun datang dari
berbagai penjuru negeri. Mereka sangat gembira melihat kedua mempelai duduk
bersanding di atas pelaminan. Putri Candra Kirana dan Raden Inu Kertapati hidup
berbahagia. Kebahagiaan tersebut tidak membuat mereka lupa kepada orang-orang
yang telah berjasa menolong mereka. Mereka pun memboyong Mbok Rini dan kakek
sakti yang baik tersebut ke istana.