Allahu Akbar… Allahu Akbar…
Gemericik
air wudhu terasa bagai embun di tengah padang pasir saat menyentuh kulitku.
Gema adzan sholat subuh telah menggema dimana-mana. Segera ku ambil sajadah
& mukenah, melaksanakan kebutuhan pokok dari yang pokok. Kupanjatkan doa
keselamatan dunia & akhirat, tak lupa shalawatku untuk Rasullullah SAW,
suri tauladan akhlaqul karimah. Sungguh aku sangat mencintainya, ku buktikan
dengan mengikuti sunnah-sunnahnya, bershalawat setiap hari, berusaha mengikuti
sifat-sifat mulianya, walaupun aku tahu aku tidak akan bisa sempurnya
sepertinya. Aku juga berharap bisa bertemunya kelak diakhirat nanti.
***
“Assalamualaikum,
Dina.” salamku
“Waalaikumsalam,
eh Siti. Ada apa?” jawabnya
“Gini,
aku mau cari kerjaan. Kira-kira ada tidak kerjaan buat aku?”
“Wah,
maunya kamu kerja apa, Sit?”
“Apa
saja yang penting halal, Din”
“Hm,
kalau jadi guru ngaji mau ngga, Sit? Tapi jadi guru ngaji sukarela gitu di
masjid dekat rumah aku, kadang ada orang tua yang bayar juga sih, murid-muridnya
disana juga banyak kok. Jadi lumayan deh.”
“Wah,
boleh juga, Din. Tidak apa-apalah yang penting aku bisa membantu abi untuk
membeli obat umi.”
“Oke
deh, ntar datang aja ya di masjid dekat rumah aku setiap hari Rabu, Jumat,
& Minggu.”
“Iya,
Din. Makasih banyak ya.”
Sebulan
sudah aku melakoni pekerjaan menjadi guru mengaji di masjid Baitullah. Meskipun
aku tidak digaji, namun selalu saja ada rezeki yang diberikan Allah kepadaku
melalu pekerjaan ini. Alhamdulillah aku sudah dapat tambahan uang sebesar 100
ribu. Rencananya uang ini akan aku berikan ke umi semuanya.
Hatiku
tergerak saat melihat seorang kakek tua mengemis & duduk sendirian di teras
rumah makan sambil berharap belas kasihan orang-orang yang makan disana, namun
sepertinya tidak ada orang yang peduli dengannya. Aku mendekati kakek itu,
kondisinya sudah renta sekali, bahkan untuk berjalan ia masih tertatih-tatih.
Masya Allah, kenapa pemerintah masih saja membiarkan rakyatnya merana seperti
ini. Aku pun berinisiatif membelikannya nasi bungkus & memberinya uang
20ribu. Alhamdulillah, kakek itu menerima pemberianku. Aku dapat melihat raut
wajahnya yang begitu bahagia & tidak hentinya mengucap terima kasih
kepadaku, tanpa terasa air mataku pun keluar. Subhanallah, seandainya aku dapat
membuat kakek itu selalu bahagia. Ya
Allah, lancarkanlah rezeki kakek ini, semoga dia dalam kedaan sehat selalu,
Amin. Doaku dalam hati. Aku pun pamit & mencium tangan kakek itu.
Uangku pun tinggal 60 ribu, aku ikhlas lillahi ta’ala memberikan sedikit dari
uang jerih payahku untuk kakek itu.
“Alhamdulillah
Siti. Terima kasih ya, nak” ujar umi
“Sama-sama
umi. Tadi sebenarnya uang itu 100 ribu, tapi udah Siti belikan nasi bungkus
& dikasi ke pengemis, sama uang 20 ribu. Kasihan sekali dia, mi.
Pengemisnya udah tua, udah tidak mampu berjalan lagi. Siti saja sampai nangis
karena dia bahagia pas Siti kasi nasi bungkus & uang, dia juga ga berhenti
ngucapin terima kasih ke Siti.”
“Tidak
apa-apa, nak. Sebagian dari rezeki kita adalah rezeki orang juga. Jadi harus
saling berbagi”
“Iya,
umi. Alhamdulillah.”
***
Masih
saja setiap malam aku mendengar umi batuk-batuk. Sepertinya penyakit umi
semakin parah. Aku tak tega mendengarnya, besok aku berniat untuk membuatkan
ramuan herbal untuk umi.
Setelah
selesai sholat subuh, aku langsung memasak lauk pauk untuk abi & umi. Aku
tidak mau umi yang memasak, karena ia sedang sakit & harus banyak
beristirahat. Setelah memasak, aku pergi mencari bahan-bahan untuk ramuan
herbal yang akan kuberikan untuk umi disekitar rumahku & memasaknya.
“Umi,
minum dulu ini.”
“Apa
ini, Siti?”
“Itu
ramuan herbal, umi. Buat hilangin batuk umi.”
“Wah,
makasih ya, nak. Kamu memang anak yang baik.”
“Sama-sama
umi.”
Alhamdulillah,
sejak aku sering membuatkan umi ramuan herbal itu & ditambah dengan
obat-obatan yang dibeli di apotek, umi sudah tidak batuk-batuk lagi. Aku pun
merasa senang, doaku tidak berhenti mengalir untuknya di setiap sholat malamku,
berharap akan kesembuhannya. Dan Alhamdulillah Allah mengabulkan doaku.
Pagi
ini, ntah kenapa aku tidak enak badan. Tapi mungkin hanya karena masuk angin
biasa, pikirku. Aku pun memutuskan untuk pergi mengajar mengaji seperti biasa,
karena ini adalah tanggung jawab atas pekerjaanku. Semakin siang badanku
semakin tidak enak, kepalaku pusing. Dari pada nanti aku merepotkan orang jika
aku pingsan, lebih baik aku pulang saja.
“Kamu
kenapa, Sit?” tanya umi
“Tidak
tahu, mi. Mau demam kayaknya.” jawabku
“Panas
sekali badanmu, nak. Istirahat ya, biar umi yang ambilkan obat untukmu.”
“Iya,
umi.”
Setelah
minum obat, aku pun tidur. Namun, dalam tidur itu aku bermimpi, aku seperti
akan melaksanakan resepsi pernikahan. Aku mengenakan baju berwarna serba putih,
& mempelai pria yang tidak aku kenal juga mengenakan baju serba putih. Ku
lihat semua keluargaku turut hadir disekelilingku, dengan raut wajah gembira.
Namun, tidak dengan umiku, ia menangis. Aku ingin memeluknya, namun pria yang
berada disampingku menahanku.
“Ayo
kita pergi.” ujarnya
“Pergi?
Pergi kemana? Aku sebelumnya tidak mengenalmu, siapa kamu?” tanyaku
“Wahai
Siti, sekarang sudah waktunya. Kita akan pergi menghadap Allah SWT, ikutlah
denganku.”
“Tapi,
aku belum siap. Izinkan aku pamit dengan umi & abiku!”
“Baiklah”
Tiba-tiba
aku terbangun. Benar saja, pria yang ada didalam mimpiku itu sedang berdiri
disamping tempat tidurku. Tak lama kemudian umiku datang.
“Bagaimana,
nak? Sudah baikan?”
“Belum,
umi. Tapi aku ingin abi berada disini sekarang. Aku ingin ngomong sesuatu.”
“Ada
apa, nak? Baiklah, tunggu sebentar ya.”
Sambil
menunggu umi memanggil abi. Dalam hatiku tak henti-hentinya berdzikir &
bershalawat, sebentar lagi aku akan datang ke kerajaan mu Ya Rabb & Insya
Allah jika diizinkan aku dapat bertemu dengan Rasullullah SAW. Senang bercampur
sedih yang berkecamuk dihatiku, aku masih belum rela jika harus berpisah dengan
umi & abi.
Umi
dan abi pun datang.
“Umi,
abi. Siti mau pamit pergi. Maafkan semua kesalahan Siti ya, umi, abi.” ucapku
“Apa
maksudmu nak? Kamu ini kenapa? Jangan bercanda, nak.” ujar umi
“Subhanallah,
jika ini memang sudah waktunya, pergilah nak. Abi akan selalu mendoakanmu”
sambung abi
“Abi
juga kenapa? Jangan begini, umi tidak mau kalau Siti pergi!”
“Umi,
tadi malam abi bermimpi bahwa Siti akan dibawa oleh seorang laki-laki,
tujuannya untuk menghadap Allah & sekarang mimpi abi menjadi kenyataan!”
“Iya
umi, abi. Tadi Siti juga bermimpi itu. Sekarang izinkan siti memeluk kalian
untuk terakhir kalinya.”
Umi
pun hanya dapat terdiam & menangis, sedangkan abi hanya tersenyum kepadaku.
Setelah kupeluk mereka, aku pun merasa tenang & siap pergi.
“Siti
pergi dulu ya, abi, umi. Siti sayang sama kalian.”
Mulailah
terasa dingin diujung kakiku, aku memejamkan mata & mengahadapkan wajahku
ke arah kiblat. Dengan napas yang tenang, ku ucapkan 3 kali dzikir & 3 kali
shalawat, & terakhir ku ucapkan Asyahdu
ala ilaha illalla… wa asyhadu anna muhammadar rasulullah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar