Minggu, 06 Juli 2014

Mungkin Aku Yang Salah

            Malam ini aku sedang sibuk mengemaskan baju-baju dan perlengkapanku, karena besok aku akan berangkat ke Bengkayang untuk mengikuti Lawatan Sejarah Daerah mewakili sekolahku. Ya, aku baru pertama kali mengikuti kegiatan ini, dan aku rasa besok akan menjadi perjalanan yang seru. Aku hidup di kota Pontianak yang merupakan ibukota provinsi Kalimantan Barat. Katanya, perjalanan dari Pontianak ke Bengkayang memakan waktu 5 jam, aku tidak pernah mengikuti perjalanan darat sejauh itu, karena aku termasuk salah satu orang yang mabuk kendaraan. Aku pergi bersama salah satu teman cowok bernama Riko, dan aku sendiri yang menunjuknya untuk ikut denganku.
            Aku bangun subuh untuk menyiapkan semuanya, karena jam 7 pagi bis sudah harus berangkat. Dengan membawa 1 tas besar dan ransel, aku diantar menuju lokasi tempat berkumpulnya siswa-siswi dari sekolah lain, yang juga mengikuti kegiatan Lawatan Sejarah ini.
“Halo, Riko. Udah dimana?”
“Iya, Fina. Aku udah di Balai Pelestarian Nilai dan Budaya.”
“Udah ramai?”
“Belum kok.”
“Oke, aku dijalan.”
            Panggilan singkat itu segera aku akhiri, dan akupun pergi diantar ibuku. Ketika sampai di lokasi, aku pamit dengan ibuku dan segera mencari Riko. Terlihat Riko sedang berbincang dengan seseorang berjaket merah di dekat pintu masuk, aku langsung menghampirinya.
“Riko!” teriakku
“Eh, sinilah!” jawabnya
            Aku berlari menghampirinya, dan ketika itupun cowok yang berbicara dengan Riko juga memandangiku. Aku sempat terkesima sebentar melihatnya, cowok itu terlihat kalem dan ramah, ia melempar senyum ke arahku.
“Kenalin, ini Fadil.” Ujar Riko
“Fadil…” ujar cowok itu sambil menyodorkan tangannya
“Ehm, Fani…” jawabku dengan menyambut tangannya
“Dari SMA mana?”
“SMA 1 Kubu Raya. Kamu?”
“SMA 9 Pontianak. Sama dengan Riko.”
“Oh, iya.”
“Ko, ngumpul disana aja yuk?”
“Ayolah.”
            Perbincangan singkat bersama Fadil tidak terlalu membuat kesan yang mendalam. Tidak dapat dipungkiri, Fadil memang manis. Ah, sudahlah, aku mengikuti kegiatan ini untuk mencari ilmu, bukan gebetan. Aku pun tidak terlalu mempedulikan Fadil, aku segera berbaur dengan siswa-siswi dari sekolah lain, dan aku pun mendapat banyak teman disana.
“Oke, anak-anak. Silahkan masuk ke dalam bus dengan tertib dan rapi, tas-tas kalian yang berat dan besar silahkan diletakkan disini, nanti biar ditaruh diatas saja.” Ujar salah seorang panitia kegiatan tersebut
“Baik, pak.” Jawab seluruh siswa serentak
            Semua siswa masuk ke dalam bus, aku duduk bersama Riko dengan posisi aku didekat jendela. Karena aku berjaga-jaga supaya tidak mabuk nantinya, meskipun aku sudah meminum obat anti mabuk. Sekilas aku melihat Fadil duduk dibelakang, bersama Andi teman  satu sekolahnya. Di 2 jam pertama, seluruh siswa-siswi didalam bis terlihat heboh, ada yang menyanyi, berbicara, makan, dan tidur. Tetapi setelah itu, semuanya memilih untuk tidur karena perjalanan semakin terasa melelahkan. Begitupun dengan aku, kepalaku mulai terasa pusing. Lalu akhirnya aku memutuskan untuk tidur.
            5 jam perjalanan akhirnya telah kami lalui, kami semua sampai di salah satu hotel Bengkayang, hotelnya cukup besar untuk kami semua yang berjumlah 25 orang. Kepalaku masih terasa pusing, dengan malasnya aku menyeret tas besarku menuju ke lobby. Setelah berkumpul semua, kami diarahkan masuk ke dalam ruangan untuk pengarahan dan registrasi. Disana aku juga menemui siswa-siswi dari Bengkayang yang juga ditunjuk untuk mengikuti kegiatan ini.
“Capek banget kamu, haha.” Suara Fadil tiba-tiba mengejutkanku dari belakang
“Eh, iya nih. Untung aja aku ga mabuk. Heheh.” Jawabku
“Pokoknya abis ini, masuk kamar langsung tepar deh…” sambung Riko
“Setuju!” ujarku
Kami bertiga berbincang-bincang sebentar sebelum akhirnya dihentikan oleh suara panitia yang menggema di ruangan.
“Baiklah anak-anak, kita sudah sampai di Bengkayang. Setelah ini kalian dipersilahkan untuk beristirahat, tapi jam 7 malam nanti kita ada acara pembukaan. Jadi diharapkan memakai pakaian yang sudah diberikan panitia tadi. Mengerti?”
“Mengerti pak.”
“Oke, untuk mempersingkat waktu. Sekarang pembagian kamar, satu kamar untuk dua orang. Dan panitia yang menentukan orang-orangnya. Kalian akan dibaur agar bisa mengenal satu sama lain.”
            Pembagian kamar pun dilakukan, aku mendapat kamar 221 bersama seorang siswi dari SMA 4 Bengkayang bernama Ema.
“Hai, kenalin aku Fina dari SMA 9 Pontianak.” Ujarku
“Iya, aku Ema dari SMA 4 Bengkayang.” Jawabnya
“Kelas berapa kamu?”
“Kelas 3, kamu?”
“Sama dong.”
Kami berbincang-bincang sebentar, lalu aku memutuskan untuk berisitirahat, mengingat nanti malam harus bersiap-siap untuk acara pembukaan. Ema memberitahuku bahwa ia mau latihan menyanyi bersama teman-temannya untuk tampil nanti malam, jadi dia meninggalkanku sendiri di kamar. Tetapi, aku tidak bisa tidur, aku teringat dengan sebatang coklat yang aku ambil ditas Riko tadi.
Riko, dimana kamu? Coklatmu sama aku nih, ambil gih. Ntar abis aku makan. Aku di 221.
Aku mengirimkan pesan singkat tersebut, dan tak lama terdengar suara ketukan dipintu kamarku.
Tok…tok…tok
Aku membuka pintu dan terkejut melihat Fadil yang ikut bersama Riko.
“Eh…?” gumamku
“Ketemu dijalan, kebetulan kamarnya ga jauh dari kamarmu. Jadi dia ikut, sekalian refreshing.” Ujar Riko yang sepertinya tahu kebingunganku
“Kenapa?” Tanya Fadil
“Oh, ngga kok. Nih coklatnya…”
Aku menyodorkan coklat tersebut, lalu Riko membuka dan menawarkan kepadaku.
“Mau?”
This is my favorite!”
“Ternyata kamu suka coklat.” Tiba-tiba Fadil menyambung
“Hehe, semua cewek suka kali.”
“Udah dulu ya, aku mau istirahat.”
Riko dan Fadil pun pergi, aku segera membenamkan tubuhku diatas kasur yang empuk itu. Lalu aku tidur beberapa saat.

***

            Acara pembukaan pun telah selesai, kini kami diberikan waktu senggang untuk mengenal satu sama lain sebelum akhirnya besok memulai perjalanan sejarah. Aku mulai berkenalan dengan semua orang disana baik cewek maupun cowok. Tetapi, terlihat bahwa kami terpecah menjadi dua kubu, yaitu kubu cowok dan kubu cewek. Kubu cowok terlihat ribut, ntah apa yang diributkan oleh mereka, dan mataku lagi-lagi menangkap sosok Fadil yang tengah tertawa mendengar lelucon dari seorang siswa. Hatiku rasanya senang melihat hal itu, apa yang terjadi? Jangan-jangan aku mulai menyukai Fadil? Oh tidak.
“Dor! Ketauan melamun!” Hani seorang teman baru mengejutkanku
“Heh… Untung ga jantungan aku… Jail banget sih!” ujarku
“Haha, maaf... Mikirin apa?”
“Kepo deh. Haha”
Di dalam hatiku sebenarnya ingin sekali mengajak Fadil berbicara, namun rasanya hal itu cukup konyol. Mungkin nanti, ketika ada waktu yang tepat.
            Setelah diberikan waktu sekitar satu setengah jam, kami disuruh tidur oleh panitia dan harus bangun pagi besoknya untuk melaksanakan lawatan sejarah.
“Besok, kita akan ke Gedung Pancasila. Jauh ga dari sini?” tanyaku pada Ema
“Ngga kok, Gedungnya dekat pasar. Palingan 15 menit dari sini.”
“Oh gitu. Lumayan deket lah. Terus Pos Intai Vandering? Sama Tugu Bhineka Tunggal Ika?”
“Wah, itu emang agak jauh. Aku belum pernah kesana.”
“Kita lihat saja nanti, ya. Hehe.”
Aku langsung mengganti bajuku, dan bersiap-siap untuk tidur. Besok dan hari selanjutnya pasti akan melelahkan.

***

Perjalanan lawatan sejarah yang kami lakukan beberapa hari ini cukup menyenangkan menurutku. Dan selama itu pula, rasanya aku makin suka dengan Fadil. Pernah pada suatu malam, ketika aku ingin kembali ke kamar, aku lihat ia sedang bernyanyi menggunakan gitar. Harus kuakui, ia memiliki suara yang sangat bagus, hatiku bergetar mendengarnya. Aku rasa ia dapat dikatakan sebagai cowok idaman, bisa bernyanyi dan bermain gitar itu menurutku sangat romantis. Tetapi sejauh ini, aku tidak berani menyapa atau mengajaknya berbincang-bincang, kecuali dia yang memulai duluan.
            Tibalah dimalam terakhir kegiatan lawatan sejarah ini, malam itu aku diajak Hani untuk bermain ToD atau True or Dare untuk bersenang-senang sebelum besok pulang. Kebetulan Fadil, Riko, Andi, dan teman-teman laon ikut bermain disana, dan baru saja diawal permainan Fadil mendapatkan tantangan.
“Pilih apa?” Tanya Riko
“True aja deh… Bahaya kalau Dare, ntar diminta ngelakuin macam-macam lagi.” Jawabnya
“Oke, milih true ya… Berarti kamu harus jawab jujur… Kira-kira apa nih pertanyaannya ?”
“Kamu suka sama siapa ketika ikut kegiatan ini?!” ujar Andi
Aku terkejut mendengarnya, jantungku terasa berdebar-debar.
“Kenapa? Jangan PeDe dulu, Fin…” batinku
“Aku… Aku suka sama salah satu cewek Bengkayang disini. Inisialnya S…”
Semua orang yang ada disitu langsung heboh, menerka-nerka siapakah cewek yang berinisial S, dan ternyata cewek itu bernama Santi. Sedangkan aku, hanya duduk terdiam. Rasanya sakit, tapi aku punya hak apa untuk marah? Aku kan bukan siapa-siapanya Fadil!
“Seandainya kamu tau, kalau ada cewek yang menyukaimu disini!” batinku
Karena mengantuk, dan aku juga menjadi malas untuk melanjutkan bermain, aku pamit tidur kepada teman-teman disana, termasuk Fadil. Aku hanya memandang Fadil sebentar, lalu aku pergi.
            Keesokkan harinya, semua siswa dikumpulkan di lobby, karena sudah waktunya kami pulang. Disaat-saat terakhir bersama, ada seorang cowok bernama Yudi yang meminta bantuan kepada beberapa diantara kami, termasuk aku, untuk menyatakan cinta kepada Nina, yang merupakan salah satu teman dekatku. Akhirnya aku bersedia membantu, dan aku mengajak Fadil untuk ikut serta membantu bermain gitar dan menyanyi bersamaku. Skenario berjalan lancar, dan pada hitungan ketiga Fadil mulai memainkan gitarnya dan bernyanyi, Yudi langsung berlari ke arah Nina dan berlutut, menyatakan cintanya.
Dan kau hadir, merubah segalanya
Menjadi lebih indah, kau bawa cintaku setinggi angkasa
Membuatku  merasa sempurna
Aku pun ikut bernyanyi bersama Fadil, dan baru kusadari Fadil duduk disampingku. Tidak ada jarak diantara kami. Tak ada yang menyadari kedekatan kami berdua, karena yang lain sedang sibuk menonton pengungkapan cinta dua orang insan itu.
“Kenapa kamu tidak ikut menembak Santi?” tanyaku
“Untuk apa, aku kan udah punya kamu…” jawabnya ketus sambil bermain gitar
“Hah?!” aku terkejut
“Aku hanya suka kepadanya. Hanya suka…”
Aku langsung terdiam mendengar hal itu, apa maksud Fadil berbicara seperti itu? Aku langsung beranjak pergi dan menemui Hani. Aku menceritakan semuanya.
“Apa?! Kayaknya dia bukan cowok baik-baik deh.” Ungkap Hani
“Aku ga tau. Sudahlah, aku males mau mikirinnya. Kayaknya bis aku udah dateng.”
“Ayo aku antar kamu.”
Bis kepulangan ke Pontianak sudah tiba, aku langsung bergegas mengambil tasku di lobby bersama Hani. Tetapi, aku melihat Fadil duduk berdua dengan Santi, sepertinya habis membicarakan sesuatu. Ketika aku lewat didepan mereka, aku hanya memandang sebentar dan Fadil membalas pandanganku, tetapi sangat lama.
Seluruh siswa dan siswi yang berasal dari Pontianak segera memasuki bis tersebut, namun sebelumnya kami berpamitan dengan siswa-siswi Bengkayang. Rasanya berat untuk pergi, karena untukku, semua orang disini telah menjadi keluarga yang mengasikkan. Perjalanan pulang kami tempuh sama seperti perjalanan pergi, yaitu 5 jam. Didalam bis, Fadil beserta Riko dan yang lainnya bernyanyi bersama. Aku tidak terlalu peduli dengan hal itu, lalu aku tidur. Harus ku akui, ia pandai menyembuhkan luka yang ia torehkan kepadaku. Ia membuatku kembali berharap, kembali menyukainya.
“Kita sudah sampai!” ujar Riko membangunkanku
Akhirnya kami sampai kembali di kota tercinta. Aku segera turun dari bis dan mengambil tas ku, karena ibuku sudah menjemput. Aku pamit dengan yang lain, termasuk dengan Fadil. Kami berjabat tangan, dan Fadil sangat lama melepas tanganku.
“Hati-hati, ya.” Ujarnya
“Iya.” Jawabku

***

“Halo, siapa ini?”
“Masa ga tau?”
“Kayaknya kenal deh… Kamu…”
“Ayo tebak, siapa.”
“Fadil?”
“Iya.”
Aku terkejut, tiba-tiba Fadil menelponku. Aku rasa Riko yang memberikan nomorku padanya, karena kemarin Riko melihat aku bersalaman lama dengan Fadil. Kami berbincang-bincang selama satu jam. Kebanyakan Fadil yang memulai pembicaraan, aku hanya menjawab saja. Sebenarnya aku sudah ingin melupakan Fadil, tetapi kini ia muncul kembali. Membuat aku susah melupakannya sekarang.
Setelah itu, kami mulai bersmsan setiap harinya. Fadil yang selalu memulai sms itu, aku senang karenanya. Aku pikir dia memiliki perasaan yang sama denganku. Dia berhasil membuatku seperti jatuh cinta kepadanya, aku memberikan perhatian lebih lewat kata-kata di sms tersebut. Dia juga ikut membalasnya. Aku ingin memberitahukan perasaanku padanya, namun pikiranku masih terpaut dengan penegasan bahwa ia menyukai Santi kemarin. Tetapi aku memilih sabar, mungkin ini bukan waktunya.
            Dua minggu kami dekat, terpaksa harus dipisahkan oleh ulangan semester yang harus kami hadapi. Kami hilang kontak selama ulangan semester berlangsung. Aku menganggapnya baik-baik saja, karena aku pikir kami sama-sama harus fokus mencetak nilai yang baik. Rinduku begitu menggebu kepadanya. Tetapi setelah semua berlalu, Fadil tidak ada kabar sama sekali. Aku mencoba menghubunginya melalui sms, namun ia membalas begitu singkat. Kenapa?
            Kini aku tahu mengapa Fadil tidak menghubungiku lagi, tidak mempedulikanku. Ternyata dia sudah memiliki seorang pacar, iya pacar. Aku mencoba menerima semua itu, ternyata dia tidak bisa menangkap bahasa perasaanku padanya.

Terima kasih, sudah menjadi sahabatku selama ini.

Itulah sebuah pesan singkat yang ia kirimkan kepadaku. Sahabat? Apakah kedekatanku dengannya selama ini layak disebut sahabat? Tetapi aku mencoba menerima semuanya. Mungkin aku yang salah, karena berharap lebih denganmu. Membiarkan rasa ini tumbuh begitu dalam, sedangkan kau mungkin tidak tahu bahwa perasaan ini ada. Iya, mungkin memang salahku, bukan salahmu…





Tidak ada komentar:

Posting Komentar