Malam ini aku sedang sibuk
mengemaskan baju-baju dan perlengkapanku, karena besok aku akan berangkat ke
Bengkayang untuk mengikuti Lawatan Sejarah Daerah mewakili sekolahku. Ya, aku
baru pertama kali mengikuti kegiatan ini, dan aku rasa besok akan menjadi
perjalanan yang seru. Aku hidup di kota Pontianak yang merupakan ibukota
provinsi Kalimantan Barat. Katanya, perjalanan dari Pontianak ke Bengkayang
memakan waktu 5 jam, aku tidak pernah mengikuti perjalanan darat sejauh itu,
karena aku termasuk salah satu orang yang mabuk kendaraan. Aku pergi bersama
salah satu teman cowok bernama Riko, dan aku sendiri yang menunjuknya untuk
ikut denganku.
Aku bangun subuh untuk menyiapkan
semuanya, karena jam 7 pagi bis sudah harus berangkat. Dengan membawa 1 tas
besar dan ransel, aku diantar menuju lokasi tempat berkumpulnya siswa-siswi
dari sekolah lain, yang juga mengikuti kegiatan Lawatan Sejarah ini.
“Halo,
Riko. Udah dimana?”
“Iya,
Fina. Aku udah di Balai Pelestarian Nilai dan Budaya.”
“Udah
ramai?”
“Belum
kok.”
“Oke,
aku dijalan.”
Panggilan singkat itu segera aku
akhiri, dan akupun pergi diantar ibuku. Ketika sampai di lokasi, aku pamit
dengan ibuku dan segera mencari Riko. Terlihat Riko sedang berbincang dengan
seseorang berjaket merah di dekat pintu masuk, aku langsung menghampirinya.
“Riko!”
teriakku
“Eh,
sinilah!” jawabnya
Aku berlari menghampirinya, dan
ketika itupun cowok yang berbicara dengan Riko juga memandangiku. Aku sempat
terkesima sebentar melihatnya, cowok itu terlihat kalem dan ramah, ia melempar
senyum ke arahku.
“Kenalin,
ini Fadil.” Ujar Riko
“Fadil…”
ujar cowok itu sambil menyodorkan tangannya
“Ehm,
Fani…” jawabku dengan menyambut tangannya
“Dari
SMA mana?”
“SMA
1 Kubu Raya. Kamu?”
“SMA
9 Pontianak. Sama dengan Riko.”
“Oh,
iya.”
“Ko,
ngumpul disana aja yuk?”
“Ayolah.”
Perbincangan singkat bersama Fadil
tidak terlalu membuat kesan yang mendalam. Tidak dapat dipungkiri, Fadil memang
manis. Ah, sudahlah, aku mengikuti kegiatan ini untuk mencari ilmu, bukan
gebetan. Aku pun tidak terlalu mempedulikan Fadil, aku segera berbaur dengan
siswa-siswi dari sekolah lain, dan aku pun mendapat banyak teman disana.
“Oke,
anak-anak. Silahkan masuk ke dalam bus dengan tertib dan rapi, tas-tas kalian
yang berat dan besar silahkan diletakkan disini, nanti biar ditaruh diatas
saja.” Ujar salah seorang panitia kegiatan tersebut
“Baik,
pak.” Jawab seluruh siswa serentak
Semua siswa masuk ke dalam bus, aku
duduk bersama Riko dengan posisi aku didekat jendela. Karena aku berjaga-jaga
supaya tidak mabuk nantinya, meskipun aku sudah meminum obat anti mabuk.
Sekilas aku melihat Fadil duduk dibelakang, bersama Andi teman satu sekolahnya. Di 2 jam pertama, seluruh
siswa-siswi didalam bis terlihat heboh, ada yang menyanyi, berbicara, makan,
dan tidur. Tetapi setelah itu, semuanya memilih untuk tidur karena perjalanan
semakin terasa melelahkan. Begitupun dengan aku, kepalaku mulai terasa pusing.
Lalu akhirnya aku memutuskan untuk tidur.
5 jam perjalanan akhirnya telah kami
lalui, kami semua sampai di salah satu hotel Bengkayang, hotelnya cukup besar
untuk kami semua yang berjumlah 25 orang. Kepalaku masih terasa pusing, dengan
malasnya aku menyeret tas besarku menuju ke lobby. Setelah berkumpul semua,
kami diarahkan masuk ke dalam ruangan untuk pengarahan dan registrasi. Disana
aku juga menemui siswa-siswi dari Bengkayang yang juga ditunjuk untuk mengikuti
kegiatan ini.
“Capek
banget kamu, haha.” Suara Fadil tiba-tiba mengejutkanku dari belakang
“Eh,
iya nih. Untung aja aku ga mabuk. Heheh.” Jawabku
“Pokoknya
abis ini, masuk kamar langsung tepar deh…” sambung Riko
“Setuju!”
ujarku
Kami
bertiga berbincang-bincang sebentar sebelum akhirnya dihentikan oleh suara
panitia yang menggema di ruangan.
“Baiklah
anak-anak, kita sudah sampai di Bengkayang. Setelah ini kalian dipersilahkan
untuk beristirahat, tapi jam 7 malam nanti kita ada acara pembukaan. Jadi
diharapkan memakai pakaian yang sudah diberikan panitia tadi. Mengerti?”
“Mengerti
pak.”
“Oke,
untuk mempersingkat waktu. Sekarang pembagian kamar, satu kamar untuk dua
orang. Dan panitia yang menentukan orang-orangnya. Kalian akan dibaur agar bisa
mengenal satu sama lain.”
Pembagian kamar pun dilakukan, aku
mendapat kamar 221 bersama seorang siswi dari SMA 4 Bengkayang bernama Ema.
“Hai,
kenalin aku Fina dari SMA 9 Pontianak.” Ujarku
“Iya,
aku Ema dari SMA 4 Bengkayang.” Jawabnya
“Kelas
berapa kamu?”
“Kelas
3, kamu?”
“Sama
dong.”
Kami
berbincang-bincang sebentar, lalu aku memutuskan untuk berisitirahat, mengingat
nanti malam harus bersiap-siap untuk acara pembukaan. Ema memberitahuku bahwa
ia mau latihan menyanyi bersama teman-temannya untuk tampil nanti malam, jadi
dia meninggalkanku sendiri di kamar. Tetapi, aku tidak bisa tidur, aku teringat
dengan sebatang coklat yang aku ambil ditas Riko tadi.
Riko, dimana kamu? Coklatmu sama
aku nih, ambil gih. Ntar abis aku makan. Aku di 221.
Aku
mengirimkan pesan singkat tersebut, dan tak lama terdengar suara ketukan
dipintu kamarku.
Tok…tok…tok
Aku
membuka pintu dan terkejut melihat Fadil yang ikut bersama Riko.
“Eh…?”
gumamku
“Ketemu
dijalan, kebetulan kamarnya ga jauh dari kamarmu. Jadi dia ikut, sekalian refreshing.” Ujar Riko yang sepertinya
tahu kebingunganku
“Kenapa?”
Tanya Fadil
“Oh,
ngga kok. Nih coklatnya…”
Aku
menyodorkan coklat tersebut, lalu Riko membuka dan menawarkan kepadaku.
“Mau?”
“This is my favorite!”
“Ternyata
kamu suka coklat.” Tiba-tiba Fadil menyambung
“Hehe,
semua cewek suka kali.”
“Udah
dulu ya, aku mau istirahat.”
Riko
dan Fadil pun pergi, aku segera membenamkan tubuhku diatas kasur yang empuk
itu. Lalu aku tidur beberapa saat.
***
Acara pembukaan pun telah selesai,
kini kami diberikan waktu senggang untuk mengenal satu sama lain sebelum
akhirnya besok memulai perjalanan sejarah. Aku mulai berkenalan dengan semua
orang disana baik cewek maupun cowok. Tetapi, terlihat bahwa kami terpecah
menjadi dua kubu, yaitu kubu cowok dan kubu cewek. Kubu cowok terlihat ribut,
ntah apa yang diributkan oleh mereka, dan mataku lagi-lagi menangkap sosok
Fadil yang tengah tertawa mendengar lelucon dari seorang siswa. Hatiku rasanya
senang melihat hal itu, apa yang terjadi? Jangan-jangan aku mulai menyukai
Fadil? Oh tidak.
“Dor!
Ketauan melamun!” Hani seorang teman baru mengejutkanku
“Heh…
Untung ga jantungan aku… Jail banget sih!” ujarku
“Haha,
maaf... Mikirin apa?”
“Kepo
deh. Haha”
Di
dalam hatiku sebenarnya ingin sekali mengajak Fadil berbicara, namun rasanya
hal itu cukup konyol. Mungkin nanti, ketika ada waktu yang tepat.
Setelah diberikan waktu sekitar satu
setengah jam, kami disuruh tidur oleh panitia dan harus bangun pagi besoknya
untuk melaksanakan lawatan sejarah.
“Besok,
kita akan ke Gedung Pancasila. Jauh ga dari sini?” tanyaku pada Ema
“Ngga
kok, Gedungnya dekat pasar. Palingan 15 menit dari sini.”
“Oh
gitu. Lumayan deket lah. Terus Pos Intai Vandering? Sama Tugu Bhineka Tunggal
Ika?”
“Wah,
itu emang agak jauh. Aku belum pernah kesana.”
“Kita
lihat saja nanti, ya. Hehe.”
Aku
langsung mengganti bajuku, dan bersiap-siap untuk tidur. Besok dan hari
selanjutnya pasti akan melelahkan.
***
Perjalanan
lawatan sejarah yang kami lakukan beberapa hari ini cukup menyenangkan
menurutku. Dan selama itu pula, rasanya aku makin suka dengan Fadil. Pernah
pada suatu malam, ketika aku ingin kembali ke kamar, aku lihat ia sedang
bernyanyi menggunakan gitar. Harus kuakui, ia memiliki suara yang sangat bagus,
hatiku bergetar mendengarnya. Aku rasa ia dapat dikatakan sebagai cowok idaman,
bisa bernyanyi dan bermain gitar itu menurutku sangat romantis. Tetapi sejauh
ini, aku tidak berani menyapa atau mengajaknya berbincang-bincang, kecuali dia
yang memulai duluan.
Tibalah dimalam terakhir kegiatan
lawatan sejarah ini, malam itu aku diajak Hani untuk bermain ToD atau True or Dare untuk bersenang-senang
sebelum besok pulang. Kebetulan
Fadil, Riko, Andi, dan teman-teman laon ikut bermain disana, dan baru saja
diawal permainan Fadil mendapatkan tantangan.
“Pilih
apa?” Tanya Riko
“True
aja deh… Bahaya kalau Dare, ntar diminta ngelakuin macam-macam lagi.” Jawabnya
“Oke,
milih true ya… Berarti kamu harus jawab jujur… Kira-kira apa nih pertanyaannya
?”
“Kamu
suka sama siapa ketika ikut kegiatan ini?!” ujar Andi
Aku
terkejut mendengarnya, jantungku terasa berdebar-debar.
“Kenapa?
Jangan PeDe dulu, Fin…” batinku
“Aku…
Aku suka sama salah satu cewek Bengkayang disini. Inisialnya S…”
Semua
orang yang ada disitu langsung heboh, menerka-nerka siapakah cewek yang
berinisial S, dan ternyata cewek itu bernama Santi. Sedangkan aku, hanya duduk
terdiam. Rasanya sakit, tapi aku punya hak apa untuk marah? Aku kan bukan
siapa-siapanya Fadil!
“Seandainya
kamu tau, kalau ada cewek yang menyukaimu disini!” batinku
Karena
mengantuk, dan aku juga menjadi malas untuk melanjutkan bermain, aku pamit
tidur kepada teman-teman disana, termasuk Fadil. Aku hanya memandang Fadil sebentar,
lalu aku pergi.
Keesokkan harinya, semua siswa
dikumpulkan di lobby, karena sudah waktunya kami pulang. Disaat-saat terakhir
bersama, ada seorang cowok bernama Yudi yang meminta bantuan kepada beberapa
diantara kami, termasuk aku, untuk menyatakan cinta kepada Nina, yang merupakan
salah satu teman dekatku. Akhirnya aku bersedia membantu, dan aku mengajak
Fadil untuk ikut serta membantu bermain gitar dan menyanyi bersamaku. Skenario
berjalan lancar, dan pada hitungan ketiga Fadil mulai memainkan gitarnya dan
bernyanyi, Yudi langsung berlari ke arah Nina dan berlutut, menyatakan
cintanya.
Dan kau hadir, merubah segalanya
Menjadi lebih indah, kau bawa
cintaku setinggi angkasa
Membuatku merasa sempurna
Aku
pun ikut bernyanyi bersama Fadil, dan baru kusadari Fadil duduk disampingku.
Tidak ada jarak diantara kami. Tak ada yang menyadari kedekatan kami berdua,
karena yang lain sedang sibuk menonton pengungkapan cinta dua orang insan itu.
“Kenapa
kamu tidak ikut menembak Santi?” tanyaku
“Untuk
apa, aku kan udah punya kamu…” jawabnya ketus sambil bermain gitar
“Hah?!”
aku terkejut
“Aku
hanya suka kepadanya. Hanya suka…”
Aku
langsung terdiam mendengar hal itu, apa maksud Fadil berbicara seperti itu? Aku
langsung beranjak pergi dan menemui Hani. Aku menceritakan semuanya.
“Apa?!
Kayaknya dia bukan cowok baik-baik deh.” Ungkap Hani
“Aku
ga tau. Sudahlah, aku males mau mikirinnya. Kayaknya bis aku udah dateng.”
“Ayo
aku antar kamu.”
Bis
kepulangan ke Pontianak sudah tiba, aku langsung bergegas mengambil tasku di
lobby bersama Hani. Tetapi, aku melihat Fadil duduk berdua dengan Santi,
sepertinya habis membicarakan sesuatu. Ketika aku lewat didepan mereka, aku
hanya memandang sebentar dan Fadil membalas pandanganku, tetapi sangat lama.
Seluruh
siswa dan siswi yang berasal dari Pontianak segera memasuki bis tersebut, namun
sebelumnya kami berpamitan dengan siswa-siswi Bengkayang. Rasanya berat untuk
pergi, karena untukku, semua orang disini telah menjadi keluarga yang
mengasikkan. Perjalanan pulang kami tempuh sama seperti perjalanan pergi, yaitu
5 jam. Didalam bis, Fadil beserta Riko dan yang lainnya bernyanyi bersama. Aku
tidak terlalu peduli dengan hal itu, lalu aku tidur. Harus ku akui, ia pandai
menyembuhkan luka yang ia torehkan kepadaku. Ia membuatku kembali berharap,
kembali menyukainya.
“Kita
sudah sampai!” ujar Riko membangunkanku
Akhirnya
kami sampai kembali di kota tercinta. Aku segera turun dari bis dan mengambil tas
ku, karena ibuku sudah menjemput. Aku pamit dengan yang lain, termasuk dengan
Fadil. Kami berjabat tangan, dan Fadil sangat lama melepas tanganku.
“Hati-hati,
ya.” Ujarnya
“Iya.”
Jawabku
***
“Halo, siapa ini?”
“Masa ga tau?”
“Kayaknya kenal deh…
Kamu…”
“Ayo tebak, siapa.”
“Fadil?”
“Iya.”
Aku
terkejut, tiba-tiba Fadil menelponku. Aku rasa Riko yang memberikan nomorku
padanya, karena kemarin Riko melihat aku bersalaman lama dengan Fadil. Kami
berbincang-bincang selama satu jam. Kebanyakan Fadil yang memulai pembicaraan,
aku hanya menjawab saja. Sebenarnya aku sudah ingin melupakan Fadil, tetapi
kini ia muncul kembali. Membuat aku susah melupakannya sekarang.
Setelah
itu, kami mulai bersmsan setiap harinya. Fadil yang selalu memulai sms itu, aku
senang karenanya. Aku pikir dia memiliki perasaan yang sama denganku. Dia
berhasil membuatku seperti jatuh cinta kepadanya, aku memberikan perhatian
lebih lewat kata-kata di sms tersebut. Dia juga ikut membalasnya. Aku ingin
memberitahukan perasaanku padanya, namun pikiranku masih terpaut dengan
penegasan bahwa ia menyukai Santi kemarin. Tetapi aku memilih sabar, mungkin
ini bukan waktunya.
Dua minggu kami dekat, terpaksa
harus dipisahkan oleh ulangan semester yang harus kami hadapi. Kami hilang
kontak selama ulangan semester berlangsung. Aku menganggapnya baik-baik saja,
karena aku pikir kami sama-sama harus fokus mencetak nilai yang baik. Rinduku
begitu menggebu kepadanya. Tetapi setelah semua berlalu, Fadil tidak ada kabar
sama sekali. Aku mencoba menghubunginya melalui sms, namun ia membalas begitu
singkat. Kenapa?
Kini aku tahu mengapa Fadil tidak
menghubungiku lagi, tidak mempedulikanku. Ternyata dia sudah memiliki seorang
pacar, iya pacar. Aku mencoba menerima semua itu, ternyata dia tidak bisa
menangkap bahasa perasaanku padanya.
Terima kasih, sudah menjadi
sahabatku selama ini.
Itulah
sebuah pesan singkat yang ia kirimkan kepadaku. Sahabat? Apakah kedekatanku
dengannya selama ini layak disebut sahabat? Tetapi aku mencoba menerima
semuanya. Mungkin aku yang salah, karena berharap lebih denganmu. Membiarkan
rasa ini tumbuh begitu dalam, sedangkan kau mungkin tidak tahu bahwa perasaan
ini ada. Iya, mungkin memang salahku, bukan salahmu…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar