“Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada.”
Malam
itu Pontianak diguyur rintik-rintik hujan yang tak terlalu menggebu untuk jatuh
ke muka bumi. Kota yang terkenal dengan kota Khatulistiwa itu kini merasakan
segarnya air hujan setelah seharian dibakar oleh sang mentari. Disebuah toko
kue dekat pinggiran jalan terlihat beberapa karyawan yang mengurungkan niatnya
untuk pulang kerumah, sehingga mereka memilih kembali kedalam sambil menunggu
hujan pergi tanpa meninggalkan jejaknya lagi. Kecuali seorang wanita muda yang
masih sibuk dengan menghiasi sebuah kue dihadapannya. Wanita itu tampak serius
dan hati-hati dalam setiap gerakannya untuk membuat pola hiasan kue. Sepasang
baju dressan berwarna coklat
sepanjang lutut menghiasi tubuhnya yang ramping, terlihat sangat pas sekali
dengan warna kulitnya yang kuning langsat, rambutnya yang diikat ekor kuda
bergulung-gulung indah, sebuah topi putih bertuliskan “Do & Mi” berwarna
merah bertengger dikepalanya, wajahnya oval dan memiliki bola mata berwarna
coklat. Dia adalah Resti seorang karyawati ditoko kue tersebut, ia sudah
bekerja selama 2 tahun disana. Hidup di kota Pontianak memanglah tidak sesulit
dengan hidup di Jakarta, namun Pontinak akan sama kerasnya dengan Jakarta
apabila kita tidak memiliki keterampilan untuk bekerja.
Sebuah telepon
berbunyi.
“Selamat malam, Do
& Mi disini. Ada yang bisa dibantu?” sahut Resti menjawab telepon tersebut,
“Baik, terimakasih. Besok pesanannya akan kami antar, selamat malam.”
Malam-malam seperti
ini, masih saja ada memesan kue untuk acara keesokkan harinya. Untung saja ini
adalah toko kue, dimana segala macam kue ada didalamnya kecuali kue tradisional.
Sehingga tak perlu bersusah payah menentukan jenis kue apa yang tepat untuk
dijadikan kudapan disebuah acara.
“Pesanan lagi?” Tanya Hani
“Iya nih, bagus deh
kalau kita banyak dapet pesanan.” jawab Resti
“Oh iya, kamu belum mau
pulang? Hujan sudah reda.”
“Tanggung nih, bentar
lagi deh, aku belu selesai buat topping.”
“Oh iya deh, aku duluan
ya.”
Malam
itu ditutup dengan berrhentinya butiran-butiran hujan jatuh ke bumi. Suasana
dingin pun menyeruak menghinggapi kulit orang-orang yang sedang terlelap,
semakin membuat mereka tenggelam dalam buaian mimpinya.
Keesokkan harinya
“Permisi, ada yang bisa
saya bantu?” Tanya Resti kepada seorang pelanggan laki-laki yang baru datang
“Saya mau mengambil pesanan
kue tadi malam, sudah jadi?” ujar lelaki tersebut
Namanya
pak Andri, sebenarnya dia bukanlah seorang yang sudah beristri ataupun tua, dia
masih muda dan sepertinya seumuran dengan Resti. Sedikit lebih tinggi dari Resti,
berambut cepak dan berwajah bulat serta sangat menawan dari caranya memakai
kaos putih yang ditutupi jaket abu-abu, dengan celana jeans yang menggantung.
Tampak seperti anak muda biasa yang sedang menikmati hidup.
“Terima kasih sudah
membeli. Ini barangnya.”
Lelaki itu mengambil
kue tersebut dan langsung berlalu meninggalkan toko kue itu. Rainbow Cake sebanyak dua buah langsung
ia borong dari toko tersebut, ia tampak bahagaia ketika mendapatkannya.
Sepertinya kue tersebut akan ia berikan kepada seseorang yang spesial.
“Besok libur, jalan yuk?” ajak Hani
“Ayuk, tapi kemana?”
“Nonton bioskop aja,
ada film baru Transformer, seru
kayaknya.”
“Boleh banget tuh, udah
lama juga aku ga nonton film.”
“Oke, besok aku jemput
ya..”
Setelah seharian
bekerja, kini waktunya untuk pulang kerumah. Resti mengemaskan barang-barangnya
dan segera mengambil kunci motonya.
“Res, ada surat nih
ntuk kamu. Aku temuin didepan pintu.” Ujar Hani menyodorkan sebuah surat
Resti
langsung membuka surat itu, anehnya tidak ada nama pegirim surat tersebut, sepertinya
pengirim tersebut langsung mengantarkannya kesini. Sebuah surat dengan amplop
biru, dan didalamnya ada secarik kertas putih yang berisikan 1 kalimat singkat
tanpa dibubuhi nama pengirimnya maupun tanda tangnnya.
Terimakasih,
senang bertemu denganmu hari ini. Semoga kita bisa bertemu lagi.
Resti
penasaran siapa pengirim surat ini, mengapa dia mengirim surat kepada Resti
secara diam-diam. Serta kapan dia bertemu dengan Resti? Hari ini cukup banyak
pelanggan pria datang membeli kue, sehingga Resti tidak dapat mengingat wajah
mereka satu per satu. Resti langsung menyimpan surat tersebut dan bergegas
pulang.
Libur
kerja kali ini dimanfaatkan Resti bersama Hani untuk pergi menonton film di
bioskop, setelah menunaikan haknya untuk memberikan suara pada PilPres 2014
mereka langsung menancap gas ke Ayani Megamall. Mall ini merupakan mall terbesar
di Pontianak, dan setelah 15 menit menempuh perjalanan melewati jalan Jend. A.
Yani, mereka pun sampai.
“Sambil makan popcorn enak kayanknya.” Ujar Resti
“Oke, aku beli dulu. ”
Film
tersebut seperti menghipnotis mereka berdua , mereka seakan masuk ke dalam film
dan ikut mengambil peran didalamnya. Rasa senang dan terhibur pun mereka
dapatkan setelah menonton film tersebut. Setelah puas menonton dan berkeliling
untuk berbelanja, mereka memutuskan untuk pulang kerumah. Resti asik memainkan
handphonenya ketika menuruni eskalator, dan tak sengaja menabrak seorang pria.
Tetapi pria tersebut langsung menghilang ketika Resti berusaha mencarinya.
“Aku tak sempat melihat
wajahnya tadi, apa kau melihatnya?”
“Ngga juga, makanya
jangan main hape. Untung kamu ga kenapa-kenapa. Oh iya, makan kue bingke yuk?
Aku lagi pengen nih.”
“Terserah lah, aku ikut
kamu aja.”
Merekapun
pergi menuju toko kue tradisional yang tak jauh dari Ayani Megamall, mereka
melewati tugu Digulis yang berada disekitaran kompleks Universitas Tanjungpura,
yang merupakan universitas tebesar di Kalimantan barat. Kue bingke merupakan
makanan favorit Hani, kue tradisional ini memiliki ciri khas rasa yang legit
dan manis. Serta tersedia dalam banyak pilihan rasa.
“Ibu, pesan kue bingkenya 2 ya!”
Dengan
lahap Hani menyantap kue bingke yang berbentuk bunga dan dipotong menjadi 5
bagian itu. Resti masih sibuk dengan handphone miliknya, sepertinya media
sosial sudah membuat ia kecanduan.
“Eh, mawar siapa tuh
res?”
"Mawar? Mana?”
“Itu di tas kamu.”
Resti
langsung memeriksa tasnya, dan benar ada setangkai mawar merah yang diselipkan
didalam tasnya. Tidak ada surat ataupun secarik kertas dari si pemberi. Resti
teraneh-aneh
“Itu dari siapa?”
“Aku tidak tahu.”
***
Hari
ini toko agak sepi dari biasanya, sehingga suasana terasa suntuk dan
membosankan. Sedangkan diluar sana, berbagai kendaraan berpacu satu sama lain
dibawah teriknya matahari yang menyengat kulit. Resti kembali dikejutkan dengan
kedatangan sebuah surat, yang kali ini dia temukan sendiri dipintu dapur,
sepertinya pengirim tidak ingin pemilik toko tahu bahwa ada seorang karyawannya
yang sedang mendepatkan surat cinta.
“Apa lagi ini…” keluh Resti
sambil membuka surat tersebut
Kali
ini surat tesebut dilengkapi dengan foto sebuah boneka beruang yang memegang
bantal hati berwarna merah muda. Sangat lucu dan romantis menurutnya, tetapi
sekali lagi, siapa pengirim surat ini? Mengapa dia tidak langsung menemuinya? Resti
bertanya-tanya dalam hati.
Apa
kabar hari ini? Senang bisa bertemu kamu di megamall kemarin, semoga kamu suka
dengan bunga itu.
“Apa? Jadi dia yang
kutabrak itu…”. Resti bingung dengan lelaki yang satu ini, Resti tidak
mengenalnya sama sekali, tetapi lelaki ini mengenalnya, dan bahkan seperti
memata-matai Resti. Resti mulai ingin mencari tahu siapa lelaki ini, ia
berinisiatif untuk mengintai di dekat pintu dapur selama beberapa hari agar
bisa mengetahui pria tersebut. Tetapi sepertinya hal itu sia-sia, karena lelaki
itu tidak mengirimkan surat lagi.
“Mungkin dia tahu,
sudah bosan dan pergi.”
Resti
memberhentikan pengintaiannya itu, tetapi keesokkan hari setelah pengintaian tersebut
berakhir, lelaki misterius itu kembali mengiriminya surat, dan kali ini
diselipkan disebuah boneka beruang yang sama persis seperti didalam foto
kemarin.
Terimakasih
sudah menungguiku, aku harap kau suka dengan boneka ini.
Meskipun senang karena
mendapatkan sebuah boneka lucu kali ini, tetapi Resti sangat penasaran dengn
sosok lelaki misterius itu. Ia yakin suatu hari nanti pasti ia bisa memergoki
lelaki tersebut. Dimasukkannya boneka beruang itu ke dalam tasnya , dan Ia
kembali bekerja.
“Ada yang bisa
dibantu?” Tanya Resti kpada seorang pelanggan yang sedang kebingungan
“Rainbow Cakenya masih ada?”
“Oh, bapak yang kemarin
mesan kue itukan? Masih kok, tapi belum dikasi topping, kalau bapak mau bisa tunggu 10 menit, bagaimana?”
“Ya sudah kalau begitu,
saya tunggu ya. Tetapi jangan manggil saya bapak dong, masih muda gini masa
dipanggil bapak.”
“Oh, haha. Maaf, saya
panggil mas aja ya.”
“Terserah enaknya
bagaimana saja.”
“Iya mas, sebentar ya.”
Pelanggan itu, yang
kemarin bernama Andri kembali datang untuk membeli Rainbow Cake ditoko tersebut. Kue ini memang banyak dicari orang,
dan masih menjadi makanan favorit untuk anak-anak. Setelah 10 menit menunggu,
kue yang dipesan akhirnya sudah jadi. Lelaki itupun langsung pergi meninggalkan
toko tersebut dengan senyum sumringah tergurat diwajahnya, sepertinya ia puas
mendapatkan kue tersebut.
“Kayaknya Rainbow Cake buatanmu itu laku keras ya,
Res?”ungkap Hani
“Iya tuh, banyak kan
yang mesan kuenya?” kata sofia
“Ah, biasa aja kok kak.
Kue yang lain juga banyak yang beli juga kok.”
“Tapi aku nyicipin
dikit kue buatanmu, emang enak kok.”
“Semua kue pasti enak
kali, han. Hahaha.”
Resti
juga jago membuat kue, dan kue andalannya memanglah Rainbow Cake. Dia telah belajar membuat kue sejak kecil, bersama
ibunya. Tetapi ibunya sudah meninggal tiga tahun yang lalu. Kini ia tinggal
bersama ayahnya disebuah rumah tua milik ayah dan ibunya, ia bekerja untuk
menghidupi ayahnya yang tidak bekerja karena sudah tua.
***
Sudah
puluhan surat dan berbagai macam barang yang Resti terima dalam beberapa bulan
ini. Boneka, cokelat, jam tangan, permen, gantungan kunci, dan kertas-kertas
warna warni berisi kata-kata puitis. Siapa lagi yang mengirim kalau bukan lelaki
misterius itu, Resti selalu gagal untuk megintai kedatangan lelaki itu. Semakin
lama rasa jengkel mulai mendatangi Resti, ia merasa terganggu dengan semua itu.
Akhirnya atas usul Hani, Resti menulis sebuah surat balasan kepada lelaki
misterius itu.
Siapa
sebenarnya kamu? Kenapa kamu mengirim barang-barang ini? Aku bahkan tidak
pernah bertemu denganmu, bahkan rupamu saja aku tidak tahu.
Itulah
isi surat yang Resti tulis dan ia letakkan ditempat biasa ia temui surat dari
lelaki misterius itu. Keesokkan harinya, surat itu menghilang. Sepertinya surat
tersebut sudah dibawa oleh lelaki misterius itu, Resti berharap segera mendapatkan
balasan darinya. Sore sebelum Resti memutuskan untuk pulang kerumah, ia kembali
mengecek didapur. Ternyata sudah ada balasan dari lelaki tersebut. Seperti
biasa, ia menyempatkan untuk membaca surat itu sebentar. Namun ada yang berbeda
dari surat tersebut, kali ini lelaki itu menggunakan tinta merah yang
sepertinya bocor sehingga meninggalkan bercak-bercak merah dikertas itu.
Aku
hanya seorang laki-laki biasa yang tinggal satu daratan dengamu. Aku hanya
seorang penggemarmu, aku menyukai kue-kue buatanmu. Tak usah khawatir, jangan
merasa seperti dikuntit oleh petugas intel, aku hanya lelaki biasa, ingat itu.
Kali
ini kata-kata didalam surat yang dikirim cukup panjang daripada surat-surat
yang pernah dikirim sebelumnya. Siapa pria itu? Seandainya Resti bertemu dengan
pria itu, ia akan sangat berterimakasih dengan semua pemberiannya selama ini.
“Gila, tuh orang sampai
segitunya ya?” ungkap Hani
“Iya, aku juga ngga
nyangka.” Jawab Resti
“Namanya juga fans. Seharusnya kamu bangga
dong bisa punya fans.”
“Tunggu, tapi dia ada
bilang kalau dia menyukai kue-kue buatanku. Berarti dia pernah kesini dong?”
“Hmm, bisa jadi kan?”
Resti
makin penasaran dengan lelaki tersebut, ia menduga bahwa lelaki tersebut sering
membeli kue ditokonya. Lelaki itu tetap mengirim surat kepada Resti seperti
biasa, dan isinya paling hanya menanyakan kabar dan ucapan-ucapan selamat pagi,
malam, dan sebagainya. Resti mencoba membalas surat itu, tetapi tidak mendapat
balasan lagi dari lelaki misterius tersebut. Resti pun mulai biasa-biasa saja
dengan semua hal itu, ia menganggap seperti memang menjadi seorang idola yang
memiliki penggemar rahasia.
“Sepertinya diabaikan,
ya sudahlah.” Gumam Resti
Di rumah.
Malam ini, ayah
tiba-tiba mengajak Resti untuk berbincang-bincang sebentar. Tak seperti
biasanya, wajah ayah serius kali ini.
“Ada apa, yah?”
“Ayah ingin tahu,
apakah kamu sudah memiliki pacar?”
“Belum, yah. Resti kan
masih mau fokus kerja dulu, ada apa yah?”
“Ayah kan sudah tua,
nak. Takutnya sewaktu-waktu ayah dipanggil, ada yang menggantikan ayah untuk
melindungi kamu.”
“Jangan ngomong begitu
dong, yah. Resti bisa kok jaga diri sendiri.”
“Tapi ayah tidak tenang
sampai kamu memiliki suami.”
“Bagaimana aku mau
menikah, yah. Pacar saja tidak punya.”
“Oleh karena itu, ayah
ingin menawarkan sesuatu padamu. Kamu masih ingat kan dengan pak Rajimo?”
“Ingat, yah. Kenapa?”
“Dia sahabat ayah
sampai sekarang, dan dia memiliki anak laki-laki bernama Putra, dan ayah ingin
kamu menikah dengannya.”
“A..apa? aku saja tidak
terlalu dekat dengannya, yah. Terakhir kami bertemu dua tahun yang lalu.”
“Tenang, nak. Kemarin
ayah sudah berbicara dengan pak Rajimo dan Putra langsung, mereka setuju, Putra
juga belum memiliki pasangan. Dan semua kembali kepada kamu, nak.”
Resti
terdiam, apakah ia harus mengikuti perjodohan ayahnya? Putra memang seorang lelaki
yang baik, dan bekerja disebuah toko Elektronik milik ayahnya, Pak Rajimo. Dia
dapat dikatakan tampan dan dewasa. Tapi apakah Resti siap dengan perjodohan
ini? Namun, memikirkan perasaan ayahnya juga, yang pasti ingin kebaikan untuk
anaknya. Maka Resti menerima penawaran ayahnya itu. Besok, direncanakan
pertemuan keluarga untuk membahas pernikahan Resti dan Putra.
“Apa? Kamu mau
menikah?”
“Apa?!”
“Hah?!”
Semua teman-temannya
terkejut mendengar berita yang baru Resti sampaikan tadi.
“Selamat ya, Resti.
Jangan lupa undangannya.” Ujar Tiwi
“Iya, tenang aja.
Kalian semua akan aku undang kok.”
“Pilihan orang tua
pasti memang yang terbaik untuk anaknya, Res.” Sambung Hani
“Betul, Han. Aku
percaya dengan pilihan, ayahku. Semoga memang yang terbaik.”
***
“Bulan depan saja,
lagipula kita tidak perlu membuat acara yang terlalu mewah, bukan?” ujar pak
Rajimo kepada ayah Resti
“Iya, tidak perlu yang
muluk-muluk.” Jawab ayah Resti
Perbincangan
antar keluarga tersebut masih berlangsung, sedangkan Resti bersama Putra duduk
diluar sembari berbincang masalah lain. Sekalian untuk pendekatan diri satu
sama lain karena selama ini mereka tidak pernah dekat sama sekali.
“Aku tidak menyangka,
haha.” Ungkap Putra
“Aku juga, tetapi aku
harap kita sama-sama ikhlas menjalaninya.” Jawab Resti
Saat
itu terlihat semburan bahagia terpancar dari mata kedua insan tersebut, saling
tertawa dan membuat lelucon satu sama lain semakin membuat mereka mabuk dalam
cinta dadakan, meskipun awalnya terlihat canggung tapi Putra selalu saja bisa
mencairkan suasana. Dan Resti mulai merasakan sesuatu yang berbeda kepada Putra,
semoga ini merupakan awal yang baik untuk kedepannya.
Detik-detik
pernikahanpun sudah didepan mata, tinggal seminggu lagi. Hari ini, Resti pergi
ke toko kue tempatnya bekerja untuk meminta untuk cuti selama dua minggu. Serta
ia menyempatkan diri untuk mengambil surat-surat dari penggemar rahasianya,
ternyata lelaki misterius itu masih saja mengirimkan surat kepada Resti.
Terlihat lima amplop warna warni berjejer rapi ditempat biasa ia diletakkan
oleh lelaki itu, karena sudah 5 hari Resti tidak memeriksanya. Karena tidak
sempat untuk membaca surat-surat tersebut, Resti memasukkannya kedalam tas dan
segera pergi untuk fitting baju
bersama Putra.
“Sampai ketemu nanti
ya, Res. Semoga lancar.” Ujar Hani sambil memeluk Resti
“Iya, terimakasih ya, Hani…”
jawab Resti sambil membalas pelukan Hani
Resti
langsung pamit kepada teman-temannya, dan pergi bersama Putra menggunakan
sepeda motor. Mereka langsung bertolak ke sebuah butik untuk memilih baju
pernikahan mereka. Walaupun sederhana, tetapi baju dengan nuansa hijau yang
dihiasi dengan motif akar-akaran sangat cocok dipakai Resti dan Putra, mereka
akhirnya memutuskan bahwa baju ituolah yang akan digunakan dihari spesial mereka
nanti. Setelah selesai Resti diantar pulang oleh Putra, dan rencananya besok
mereka akan pergi mengantarkan undangan yang belum sempat diantar oleh Putra
beberapa waktu yang lalu.
“Hati-hati, ya…” ujar Resti
“Iya, aku duluan ya.”
Jawab Putra
Malam
itu Resti beristirahat dengan bahagia, karena sebentar lagi ia akan menikah.
Ternyata benar, pilihan ayahnya memang yang terbaik untuknya. Tak perlu
menunggu waktu lama, Resti sudah terleleap memasuki alam mimpi yang membawanya
keangan tertinggi.
Keesokkan harinya.
“Kita pergi kerumah
sepupuku dulu, ya.” Kata Putra
Putra tak banyak
menceritakan tentang sepupunya yang satu ini, yang Resti thu bahwa sepupunya
adalah seorang laki-laki yang sedang sakit parah. Namun Resti tak terlalu ingin
tahu tentang hal itu.
“Eh, nak Putra. Ada
apa?”
“Ari mana ya, tante?”
“Wah, Ari lagi pergi ke
toko kue katanya.”
“Oh begitu, kenalin
tante ini calon istri saya. Saya kesini mau antarin undangan ini, minggu depan
saya menikah, tante.”
“Wah, selamat ya… Siapa
namamu, cantik?”
“Saya Resti, tante.”
“Semoga lancar ya
pernikahannya, nanti tante kasi tahu Ari, ya.”
“Iya tante, makasih ya.
Kami duluan ya, tan. Mau nganterin undangan yang lain soalnya.”
“Oh iya, hati-hati ya,
nak.”
Tante
Ari sangat ramah kepada Resti, walaupun beru pertama kali bertemu. Resti senang
karena mendapat penerimaan yang baik dikeluarga Putra. Awalnya ia merasa
minder, karena ia hanya seorang karyawan ditoko roti, tetapi Putra mau menerima
dia apa adanya. Tak lama setelah diperjalanan, Resti mendapat telepon dari Hani,
Hani meminta Resti untuk segera ke Do & Mi karena ada hal penting yang
ingin dibicarakan. Resti dan Putra langsung menuju ke lokasi.
“Ada apa, Han?” Tanya Resti
“Ikut aku.” Ujar Hani
Resti diajak untuk
masuk ke dalam dapur, agar pembicaraan mereka tak terdengar oleh Putra.
“Semalam ada laki-laki
yang nyariin kamu, Res. Dan tadi juga dia datang mencari kamu lagi. Kayaknya
aku pernah ngeliat dia, tapi lupa dimana.”
“Apa? Dia nyariin aku?
Terus kamu bilang apa?”
“Aku bilang kamu lagi
cuti nikah, lalu tadi dia nitipin ini dan dia minta aku ngasi ke kamu.”
Hani menyodorkan sebuah
amplop besar yang sepertinya berisi sebuah CD dan sepucuk surat.
“Makasih, Han. Aku
pulang dulu, ga enak sama Putra.”
***
Sesampainya Resti dirumah,
ia langsung masuk ke kamar dan mengunci pintu rapat-rapat. Ia menghidupkan
laptopnya, sembari menunggu laptop tersebut siap digunakan ia buka amplop besar
berwarna coklat itu. Benar saja, ada sebuah surat dan sebuah CD, pertama ia
membaca surat tersebut.
“Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana, dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu kepada api yang
menjadikannya abu…
Aku ingin mencintaimu
dengan sederhana, dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan kepada hujan
yang menjadikannya tiada.”
(Aku Ingin, karya : Sapardi Djoko Damono)
Aku
tahu mungkin selama ini aku hanya bisa mengirimkan surat-surat dan semua barang
itu tanpa menampakkan diriku yang sebenarnya. Jujur saja, aku sangat ingin
bertemu langsung denganmu, berbincang-bincang sambil memandang bola matamu yang
indah itu. Tetapi mungkin kau tidak sadar, bahwa selama ini kita pernah
berbincang-bincang. Aku hanya bisa mencintaimu dalam diam, sungguh aku
benar-benar mencintaimu. Tetapi aku tahu kita tak bisa bersama, kau tidak perlu
tahu kenapa, tetapi yang perlu kau tahu hanya “bahwa aku mencintaimu”. Aku
hanya bisa melihatmu dari kejauhan, keadaan ini memang menyakitkan. Tetapi
dengan kau bahagia saja aku sudah bisa tersenyum. Aku harap kau tidak keberatan
dengan semua ini. Aku harap kau tidak merasa dikuntit oleh seoerang agen
intelijen, padahal aku hanya orang biasa yang ingin berusaha dekat denganmu,
dan aku sekarang memang benar-benar ada didekatmu. Tetapi kini kau akan menjadi
milik orang lain, hatiku terpukul saat melihat surat-suratku sudah tak kau baca
lagi, ditambah ketika aku mengetahui kenyataan ini, bahwa kau akan menikah… Aku
tak meminta kau membalas surat ini, bahkan membalas cinta ini. Tapi aku mohon,
mengertilah…
Tiba-tiba Resti teringat
dengan beberapa kata yang ada didalam surat tersebut, surat itu adalah surat dari
lelaki misterius yang selama ini mengakui adalah penggemar Resti! Resti
terkejut membaca surat itu. Ntah kenapa hatinya sedikit pilu membaca surat
tersebut. Ia langsung mengambil CD yang ada bersama surat tersebut dan membuka
dilaptopnya. Betapa terkejutnya Resti ketika melihat sebuah video rekaman
lelaki yang duduk manis didepan kameranya dan membuat video itu untuk Resti.
Lelaki itu adalah ANDRI.
“Hai
Res, mungkin kau akan terkejut melihat video ini. Iya, aku adalah Andri,
seorang pelanggan yang dua kali membeli Rainbow Cakemu. Aku lah lelaki
misterius itu. Maaf jika selama ini aku tidak memberitahu yang sebenarnya. Kau wanita yang sederhana,
terlihat dari cara kau menyapaku, kau langsung memikat hatiku.”
Didalam video itu,
terlihat mata Andri berkaca-kaca, dan tak lama kemudian bulir-bulir air mata
jatuh dipelupuk matanya.
“Jadi,
kau akan menikah? Selamat kalau begitu, haha. Hiks… Semoga lelaki yang akan
mendampingi hidupmu dapat membahagiakanmu, ya. Maaf kalau aku cengeng, a…aku
hanya berusaha menyadarkan diriku bahwa kau dan aku memang tidak bisa bersama.
Kira-kira kau bisa bayangkan tidak betapa hati ini teriris. Ah, mungkin aku
yang bodoh..”
Ditengah video itu,
tiba-tiba aliran darah segar keluar dari hidung Andri. Resti semakin terkejut
dengan semua itu, apa yang terjadi dengan Andri? Tetapi seakan tidak merasakan
apa-apa, Andri membiarkan darah itu menetes hingga membasahi tangannya.
Sayangnya itu hanya video, jika benar-benar Andri ada didepan Resti maka Resti
akan mengelapnya.
“Mungkin
setelah kau menonton video ini, aku sudah tiada Res… I…iya… aku sudah tiada.
Lihat kan? Betapa lemahnya aku sekarang? Kanker otak yang sudah tak bisa
ditolong. Kematian sudah didepan mata untukku. Tetapi aku senang karena diakhir
hayatku, aku bisa mencintai wanita sepertimu. Kaulah cinta terakhir untukku,
bahkan aku tak sempat untuk memelukmu terakhir kalinya, aku juga tak sempat
untuk melihat bola matamu yang indah itu. Mungkin… mungkin inilah pesan-pesan
terakhirku, setidaknya aku masih bisa memberikan isyarat kepada hujan yang
telah menjadikanku tiada. Aku akan
selalu mencintaimu…
Semoga
kau bahagia, doaku selalu menyertaimu. Selamat tinggal, Resti.”
Diakhir video itu, Andri
menangis sesenggukkan. Tak sadar Resti pun ikut menangis,
kenapa diam-diam
ternyata ada orang yang benar-benar mencintainya? Resti merasa bersalah, ia
bingung dengan semua ini. Tiba-tiba Putra menelpon.
“Halo, Res. Kamu dimana?
Ayo kita kerumah sakit, Ari meninggal.” Ujar suara Putra disebrang yang
terlihat sangat tersekat ingin menangis.
Tak
lama kemudian Resti dijemput Putra untuk segera melaju ke Rumah Sakit Sudarso, Resti
memahami luka yang menyelimuti Putra. Ia hanya diam saja, Putra pernah bilang
bahwa ia dan Ari memiliki kedekatan seperti kakak adik, jadi Resti mengerti
perasaannya.
Sesampai
di rumah sakit mereka berdua berlari menuju ruangan yang telah diinformasikan
tante Ari keada Putra sebelumnya. Sesampainya diruangan tersebut, tangisan
pecah karena seluruh keluarga telah berkumpul dan menangis satu sama lain.
Betapa terkejutnya Resti, melihat sosok yang terbujur kaku dengan darah segar
masih mengalir dihidungnya, ia adalah… ANDRI. Jadi, ternyata selama ini Andri atau
yang disapa Ari itu adalah…
“Andri mengalami
tekanan beberapa hari ini, puncaknya ketika dia baru pulang dari sebuah toko
kue tadi. Dia sudah tidak bisa bertahan, sesuai dengan prediksi kami, ia hanya
mampu hidup selama beberapa bulan saja. Mari kita doakan yang terbaik untuknya,
semoga ia tenang disana.” Jelas seorang dokter yang jasnya juga ikut berlumuran
darah segar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar